Home

Oleh: Haris Rusly*

Tulisan berikut berasal dari laman otentiknews.com, yang dimuat Kamis, 22 Mei 2014.

Redaksi mendapat pesan BBM dari Haris Rusly. Pesan yang juga disampaikan ke banyak kontak tersebut, kami tampilkan kembali sesuai tulisan aslinya. Semoga bermanfaat.

Bheesma adalah putra Prabu Santanu dengan Dewi Gangga,  pewaris tunggal tahta kerajaan Hastinapura.

Alkisah, Raja Santanu yg ditinggal pergi Dewi Gangga akhirnya jatuh cinta dengan Dewi Setyawati. Prabu Santanu sedih lantaran Dewi Setyawati hanya bersedia menikah dengan dirinya, tapi dengan syarat anak keterunannya yang mewarisi tahta Hastinapura. Itu artinya Bheesma anak keturunannya bersama Dewi Gangga dibatalkan penobatannya sebagai raja.

Demi kebahagian sang ayah, pangeran Bheesma yang seharusnya mewarisi tahta sang ayah untuk jadi raja, melakukan sumpah untuk tak menjadi raja, tak menikah dan tak berketurunan seumur hidupnya.

Keserakahan Dewi Setyawati yang memaksakan anak keturunannya mewarisi tahta Hastinapura berdampak negatif pada fase kehidupan berikutnya sebagai “karma”.

Karma atau hukum sebab akibat adalah salah satu pesan nilai yang disampaikan dalam kisah Mahabarata. “Siapa menabur dia menuai, apa yang ditabur itu yang dituai”, itulah hukum karma atau hukum sebab akibat.

Prabu Santanu dan Dewi Setyawati melahirkan putra putri, diantaranya adalah Destarata dan Pandu. Destarata sebagai anak pertama yang berhak mewarisi tahta Hastinapura dilahirkan dalam keadaan buta.

Setelah menikah dengan Putri Gandhari, Pangeran Destarata dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Penobatan tersebut dipersoalkan oleh Vidur, adiknya Destarata, lantaran menurut tradisi, orang yanhg buta tak tepat pimpin negara.

Akhirnya Pangeran Pandu diputuskan untuk dinobatkan sebagai raja. Selang beberapa waktu setelah penobatan Pandu, Destarata mempersoalkan legalitas penobatan Pandu sebagai Raja, lantaran saat penobatan, Pandu belum beristri. Dalam tradisi, salah satu syarat seoarang pangeran dinobatkan sebagai raja, setelah sang pengeran dewasa & menikah.

Demikianlah, awal mula perang saudara Pandawa dengan Kurawa, Bermula dari keserakahan, ketidakjujuran dan ilegalitas.

*Penulis: Koordinator Petisi 28

Tinggalkan komentar